Rabu, 02 Juli 2014

Theaters, I’m in love..


Tuhan menghadirkan rasa cinta lewat berbagai macam cara, berbagai kesempatan, berbagai ketidaksengajaan dan yang pasti di berbagai tempat. Sungguh. Percayalah~
***
Gue menggigit bibir melihat beberapa poster film Indonesia terpampang di salah satu bioskop, yang jadwalnya memang tayang hari ini. Ada yang genre komedi, horror, drama hingga drama musikal. Gue emang lebih suka nonton film buatan asli anak negeri. Bagi gue, film Indonesia patut mendapat apresiasi lebih, setidaknya dari warga Indonesia sendiri. Sineas Indonesia ngga kalah sama sutradara luar negeri yang jago mengemas sebuah film dengan alur cerita yang menarik perhatian. Namun sayang, wadah yang menaungi hal semacam itu terlalu terbelenggu dengan birokrasi yang ribet dan memuakkan. Oke. Such a suck things. Nonton film jadi ajang refreshing sejenak dari rutinitas kuliah yang menjemukan. Hari ini, gue nonton film sendirian. Sendirian. Kawan-kawan SMA yang biasanya nemenin gue lagi sok-sok sibuk ngerjain tugas laporan yang menumpuk. No problem. 
Akhirnya, gue mutusin milih film bergenre drama musikal. Rasa-rasanya gue ngga terlalu hobi nonton film genre itu. Jadi, apa salahnya gue coba nonton. Sekali aja. Judulnya CRUSH. Sutradaranya Rizal Mantovani. Digarap oleh salah satu PH Australia, Brainstormic. Sementara, pemeran utamanya adalah salah satu girlband Indonesia yang lagi ngehits, katanya. Yang gue tahu, girlband ini kadang menyek menyek dan sok sok manja. Tapi entah kenapa, gue ngeliat ada yang berbeda di poster film itu. Ada sisi lain yang coba ditampilkan. Semoga saja, filmnya ngga bikin boring. 
Gue beli tiket. 20 menit lagi, filmnya bakal diputar. Gue hunting snack dan minuman di area sekitar bioskop. Ngga lama, gue pun masuk ke ruangan pemutaran film. Cari-cari tempat duduk. Dan yes! gue udah siap liat suguhan filmnya. Gue celingukan. Seat di kiri kanan, masih kosong. Gue ngga cukup peduli. Penerangan udah mulai meredup. Saatnya film dimulai. Kemudian, ada seseorang yang duduk di samping kiri gue. Nafasnya tersengal. Gue bahkan bisa mendengar deburan halus nafasnya. Mencium aroma maskulin khas dari tubuhnya. Oh my God. Fokus sama filmnya, Naya!
"Filmnya baru mulai atau udah dari tadi?" Cowok di samping gue berbisik.
Gue menoleh kanan kiri. Memastikan kalo pertanyaan itu buat gue. “Lo nanya ke gue?” 
"Iyalah, bego"
Sialan nih cowok. Baru kenal aja udah ngatain gue. “Eh nama gue Naya, bukan bego. Rese lu”
Cowok itu meringis. ” Sori deh. So, filmnya baru mulai atau udah dari tadi?” 
"Baru 5 menit" Jawab gue sekenanya.
Dia mengangguk. “Oke thanks. Btw, gue Divo”
Gue diam. Mencoba fokus sama alur filmnya. Kadang bikin ngakak. Kadang juga bikin serius.
"Eh, lu tau ngga?" Divo mulai bawel lagi. 
"Enggak" Jawab gue ketus. 
"Gue nonton film ini demi adik gue. Dia emang demen sama girlband pemeran film ini. Dia nunggu banget film ini tayang. Tapi sayang, dia udah pergi ke surga 3 bulan lalu" Nada bicaranya mulai menurun. Ada aura kesedihan yang bisa gue tangkap. Gue mendengarnya meski mata gue menatap serius ke depan. 
"Adek lo udah meninggal?" Gue bertanya hati-hati.
"Iya. Adik gue cewek. Umurnya baru 11 tahun. Namanya Vea"
"Meninggal karena?"
"Radang selaput otak akut"
"Gue turut berduka ya. Semoga lo tabah. Adek lo pasti bangga punya kakak kayak lo, yang sayang sama dia"
Dia senyum. Bola mata gue dan Divo bertemu. Anybody, please. Freeze this moment! Jantung gue berdegup ngga karuan. Tuhan, rasa macam apa ini?
"Btw kita baru kenal. Tapi kenapa gue bisa curhat banyak ke elo ya. Gue ngerasa nyaman aja ngobrol sama lo"
"Gue juga" Tanpa sadar bibir gue mengucap kata sebagai timbal balik atas pernyataan Divo barusan. Tapi sungguh, itulah rasa gue yang sejujurnya ke Divo. Yap. Gue juga nyaman ada di dekatnya. 
Kita berdua malah saling bertukar obrolan sepanjang pemutaran film. Bahkan, gue sama sekali ngga tau gimana jalan cerita di film itu. Gue ngerasa ngobrol sama Divo jauh lebih menarik. Hingga film berakhir pun, gue masih ngobrol sama Divo.
"Nay, filmnya udah kelar tuh"
"Iya nih. Kita keasyikan ngobrol deh. Yaudah balik yuk"
Gue bergegas berdiri. Hingga tangan gue ditahan Divo. 
"Nay, gue pengen ngomong sesuatu"
"Ngomong aja. Toh dari tadi juga lo ngomong ngga pake ijin deh" 
"Nay, gue suka sama lo. Would you be my girl?"
"Are you kidding?"
"Gue serius, Nay. Gue jatuh cinta sama lo. Gue suka sama lo" 
Ya Tuhan. Ini nyata. Rasa gue berbalas. Hanya 2 jam kita kenalan. Hanya 2 jam kita saling bertukar cerita. Hanya 2 jam, semua keadaan menyatukan hati gue dan Divo. Dan cerita itu hanya berlangsung 2 jam, di dalam sebuah bioskop.
***
Epilog
Tepat 4 tahun lalu, tepat di dalam bioskop ini dan tepat di seat ini. Divo dan Naya saling bertukar cerita, saling bertukar pandangan, bahkan pada akhirnya saling bertukar perasaan. Naya mengingatnya. Hanya 2 jam yang berkesan itu, Naya mengenal Divo. Singkat saja. Namun hingga detik ini, di tahun ke-4, mereka masih menjalaninya bersama-sama. Cincin di jari manis Naya membuktikan semuanya. Divo telah melamar Naya. Esok, mereka berdua akan berjalan di atas altar dan mengucapkan janji suci sehidup semati di hadapan Tuhan. Karena bioskop, Naya jatuh cinta. Karena bioskop, Naya bertemu Divo. Karena bioskop, Naya bahagia. Sungguh. Sekali lagi, Naya bahagia~ 

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamu menebar bibit pesona lalu tanpa sadar aku tlah merawatnya, dan hingga detik ini telah mengakar kuat. Pesonamu menghidupiku. Terima kasih, untuk (kamu)!

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Gresik, Jawa Timur, Indonesia
I love writing. Til the end of life.

Pengikut

Blogger templates

Blogger templates

Blogroll