Sabtu, 05 Maret 2016

[Sinopsis] Gadisku, Perempuanmu


Menjadi lelaki yang bertanggung jawab, hal itulah yang selalu ada di dalam kamus kehidupan Redo Dimitri. Ayahnya yang seorang perwira tinggi menanamkan sikap kedisiplinan dan tanggung jawab kepada anak-anaknya, tak terkecuali Redo. Redo kecil kemudian tumbuh menjadi lelaki rupawan dengan karakter tegas dan berwibawa, membius setiap wanita bahkan mungkin lelaki mengagumi apapun yang melekat pada diri Redo.

Kehidupan Redo semula berjalan baik-baik saja. Hingga pada suatu malam, Redo diundang untuk menghadiri sebuah pesta lajang teman kampusnya yang membawanya kepada suatu kejadian berujung ‘bencana’ bagi hidupnya. Ia terbujuk rayuan teman-temannya untuk meneguk secangkir kecil minuman haram. Meskipun hanya seteguk namun membuatnya mabuk, mempengaruhi alam bawah sadarnya. Belum selesai sampai disitu, dalam perjalanan pulang dan masih di bawah pengaruh minuman haram itu. Redo melihat seorang gadis yang belum pernah dikenalnya sedang terjebak dalam guyuran hujan. Gadis itu mampu menciptakan desiran halus pada diri Redo. Redo tak mampu menahan nafsu bejatnya. Ia kemudian beralibi mengantar gadis itu pulang. Dan dengan lugunya, gadis itu menuruti ajakan Redo. Di dalam mobil dan di bawah guyuran hujan deras, Redo melakukan pelecehan kepada sang gadis tak dikenal. Gadis itu sekuat tenaga mencoba melawan kekuatan dan keberingasan Redo.

Redo mencoba melupakan peristiwa di jumat malam itu. Namun, mimpi-mimpi buruk terus menghantuinya setiap malam. Paras gadis itu seakan mencoba mengancam Redo untuk bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukan. Redo pun mencari keberadaan gadis itu dan menebus dosanya. Keduanya kemudian semakin intens bertemu dan merasakan rasa saling nyaman satu sama lain. Segalanya kemudian menjadi rumit, saat Redo menyadari bahwa gadis –yang-telah-dilecehkannya- adalah saudara kandungnya, anak tunggal dari Papa Redo dari istri gelapnya di masa lalu. Hal itu sekaligus menguak dosa masa lalu Papa Redo. Di sisi lain, Redo telah berhasil menebus dosa kepada gadis itu dengan mepertemukan gadis itu dengan Papa Redo, Papa kandungnya.

Selasa, 06 Oktober 2015

Kuliner Gresik


Seporsi makanan olahan sehat yang bukan hanya cocok sebagai camilan namun juga sebagai santap siang Yang mengenyangkan dan menambah energi. Markicob, ganks nettoes. Mau pesan? Silahkan kirim email ke: nettoesnuggets gmail.com dengan subjek (Pesan Antar Nettoes) dan untuk isi: nama_alamat_jumlahpesanan
Thx, ganks. Keep humble and stay healthy yes?!

Kuliner Gresik


Seporsi makanan olahan sehat yang bukan hanya cocok sebagai camilan namun juga sebagai santap siang Yang mengenyangkan dan menambah energi. Markicob, ganks nettoes. Mau pesan? Silahkan kirim email ke: nettoesnuggets gmail.com dengan subjek (Pesan Antar Nettoes) dan untuk isi: nama_alamat_jumlahpesanan
Thx, ganks. Keep humble and stay healthy yes?!

Rabu, 22 April 2015

Membangun STiMSI, Menata UISI


STiMSI mulai berdiri tepat pada tanggal 13 Mei 2013. Awalnya, sekolah tinggi ini hanya memiliki 2 (dua) jenis prodi yakni Manajemen dan Manajemen Rekayasa. Mungkin tidak sedikit orang yang sedikit memicingkan mata ketika mendengar STiMSI, mengingat STiMSI yang baru seumur jagung dan baru berkecimpung di dunia perguruan tinggi. Penyaringan angkatan pertama berlangsung cukup ketat hingga sesi 3 gelombang besar dan menerima secara resmi sekitar 175 mahasiswa. Tidak terkecuali Saya, yang resmi menjadi mahasiswa Manajemen STiMSI angkatan pertama.

Pada awalnya tidak sedikit pun terbesit di pikiran Saya untuk mendaftar di kampus ini. Saya sangat berambisi untuk memasuki salah satu universitas negeri yang terletak di kota Surabaya. Namun diluar dugaan, saya tidak lolos SNMPTN tahun 2013 dan beberapa tes jalur mandiri. Ayah Saya merekomendasikan untuk mendaftar di STiMSI karena letaknya tidak jauh dari rumah, dan yang lebih penting prospek jangka panjang karena sekolah ini membawa nama besar Semen Indonesia. Saya pun diusulkan untuk mengambil jurusan Manajemen padahal sebelumnya saya lulusan IPA di SMA. Saya pun mendaftar pada gelombang kedua. Pada semester awal, Saya merasa kurang bisa menangkap isi materi mata kuliah terutama akuntansi. Namun kawan-kawan di STiMSI tak segan membantu dan membimbing Saya. Karena memang, Saya begitu buta tentang akuntansi. Bersyukur dan begitu beruntung, berkat bimbingan kawan-kawan Saya bisa sukses melewati beberapa semester dengan IP yang begitu baik.

Pada 2015 ini STiMSI semakin bertambah kuat dengan bergantinya nama menjadi UISI dan menambah sekitar 10 (sepuluh) prodi. Pergantian nama ini menjadi tombak besar perjalanan kampus yang masih berjalan 2,5 tahun ini. Kampus ini sejatinya sudah memiliki 2 angkatan yang terseleksi pada tahun 2014 lalu. UISI bahkan merekrut ratusan dosen muda enerjik yang berpengalaman di bidangnya masing-masing sehingga diharapkan nantinya, lulusan di UISI dapat menjadi generasi emas penerus bangsa dengan jiwa entrepreneurship yang kuat. Semoga.

Salam, #SayaUISI

Kamis, 16 April 2015

Gresik Punya Cita Rasa



@infoGresik
  Dari sekian banyak makanan khas di Gresik. ada salah satu makanan yang fenomenal dan unik. Dilihat dari segi sejarah, keistimewaan maupun cita rasa dari makanan itu sendiri. 

 Namanya Kolak Ayam. Kolak Ayam ini merupakan salah satu makanan khas Gresik yang keberadaannya masih dilestarikan hingga kini. Bermula dari cerita sejarah ketika Sunan Giri sedang sakit, Beliau memberikan titah kepada seluruh masyarakat untuk mencarikan obat untuk menyembuhkan penyakitnya. Setelah sekian lama mencari namun tak penyakit Sunan tak kunjung sembuh juga. Pada suatu hari, Beliau mendapat petunjuk dari Sang Kuasa untuk membuat makanan untuk obat, yakni Kolak Ayam ini. Beliau pun meminta dibuatkan Kolak Ayam ini. Pada akhirnya, sembuhlah penyakit Beliau karena memakan Kolak Ayam ini. 

     Keistimewaan dari makanan ini adalah dimana proses memasaknya dibuat oleh para lelaki pada malam ke-23 pada bulan Ramadhan. Makanan ini paling ditunggu oleh masyarakat Gresik karena hanya muncul setahun sekali yakni pada bulan Ramadhan saja dan hanya dibuat di Desa Gumeno










Extrovert Vs. Introvert


Pada dasarnya, tidak ada orang yang benar-benar introvert ataupun seratus persen extrovert. Kebanyakan orang ada di tengah-tengah atau yang biasa disebut dengan ambivert. Meskipun demikian, tak jarang terlihat di kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia kerja, orang-orang memiliki tendensi untuk condong ke salah satunya.

Menurut Belle Beth Copper, seorang penulis konten Buffer, untuk menyikapi sifat extrovert dan introvert ini, kita tidak bisa lagi berpedoman pada pengertian bahwa:
~ Extrovert adalah betapa kita terbuka/menunjukkan ekspresi
~ Introvert adalah betapa kita tertutup/pemalu

Untuk mengoptimalkan kemampuan kedua karakter tersebut, Beth memberikan definisi berdasarkan dari mana sumber energi yang dimiliki oleh mereka, yakni:
~ Extrovert memperoleh energi dari orang lain. Energinya justru berkurang ketika ia harus berada dalam kesendirian
~ Introvert justru mendapat energi ketika dibiarkan sendiri. Ia akan kehabisan tenaga ketika berkumpul dan bersosialisasi dengan banyak orang.

Dengan mengetahui sumber energi tersebut, kita dapat memaksimalkan kemampuan yang kita miliki, setelah kita tahu dimana kecenderungan kita. Apakah kita seorang extrovert atau introvert?

Kolumnis Drake Baer memberikan beberapa tips tentang bagaimana menyiasati watak extrovert maupun introvert menjadi sesuatu yang produktif.

Extrovert
- Biarkan kaum extrovert sibuk. Orang-orang dengan karakter ini sangat memerlukan stimuli untuk bekerja. Maka kita berikan ia pekerjaan yang lebih meskipun akhirnya schedule mereka menjadi padat.
- Memuji extrovert. Orang extrovert suka bersosialisasi, maka pujilah dia di depan orang banyak.
- Eksplorasi. Seorang extrovert memiliki kelebihan yakni senang bereksplorasi. Seperti kutipan Steve Jobs: “Semakin banyak pengalaman yang kita dapatkan, semakin banyak pula ide yang kita miliki untuk menghasilkan sebuah produk kreatif”.

Introvert
- Berikan ruang pribadi. Kita perlu untuk mengurangi negative space yang mungkin timbul karena berkumpul dengan orang lain bagi para introvert.
- Fokuskan dalam bekerja. Daripada memberikan banyak pekerjaan, orang introvert justru bekerja lebih bagus untuk pekerjaan yang komplek yang membutuhkan fokus tingkat tinggi.
- Menyesuaikan diri (attuning). Salah satu kelebihan orang introvert adalah dia mudah menyesuaikan diri, mengerti karakter orang lain ketika mereka dihadapkan one on one. Kaum introvert memiliki social intelligent yang sangat tinggi.

Sumber: http://www.portalhr.com/people-management/performance-management/siapakah-yang-lebih-produktif-introvert-atau-extrovert/ diakses 04 September 2014 dan diolah dari berbagai sumber

Senin, 04 Agustus 2014

Terkunci (#JCDD2)





"Dunia tak tahu, kamu pernah membawakan purnama ke pandanganku saat cahaya bintang itu perlahan-lahan meredup. Dunia tak tahu, kamu pernah mencoretkan diksi-diksi terindah di buku kehidupanku saat lembar buku itu mulai usang dan hampir saja ku sobek. Dunia pun tak tahu, kamu bahkan pernah menyulut api asmara di pusat hatiku saat aku mulai tak ingat kapan api itu berkobar terakhir kali. Dan saat itu, dunia tak pernah tahu bahwa aku mulai terpikat olehmu"
***
Dengan gerakan spontanitas, Naya mencomot keripik balado dari dalam toples sembari matanya tetap mengintimidasi tajam adegan drama dari benda kotak canggih yang membuatnya mengomel sendiri. Naya tak habis pikir, mengapa drama itu sangat menyebalkan. Mulai dari tokoh dengan ekspresi topengnya hingga alur cerita yang tak pernah berbeda dari semua drama yang ditontonnya -tidak-sengaja-lebih-tepatnya. Sungguh, dia benar-benar membenci drama.
Leher Naya dipaksa berputar saat mengetahui kenop pintu kamarnya bergerak dari luar. Membuat denyut jantungnya berhenti sesaat. Naya teringat bahwa Ia sendirian di rumah. Begitu pintu terbuka sempurna, Naya bernafas lega. Ah, itu Mila, sahabatnya. Bikin deg-degan aja nih. Mila udah sering main ke rumah Naya sih, jadi dengan seenaknya Mila bisa keluar masuk ke dalam rumah Naya bahkan kamar pribadinya.
"Pasti lo kesini mau curhat, kan?" Naya melemparkan sebuah pertanyaan. Lebih tepatnya pernyataan mungkin, karena bahkan sebelum Mila menjawab pun Naya udah tahu jawabannya.
"You know me so well lah.." Mila menjawab seadanya. ".. cowok itu kenapa ngga peka sih, udah gue kodein dia masih cuek aja. Bete gue, Nay" Lanjutnya dengan melakukan penekanan pada setiap kata yang meluncur.
"Kenapa lagi, sih? Kalian berdua itu kalo lagi romantis ya kebangetan. Kalo lagi berantem ya gini, kayak saling ngga kenal" Naya paham betul deh sama sikap sahabatnya ini sekaligus-pacarnya.
"Mentang-mentang ada liga bola, dia jadi ngga punya waktu buat gue. Gue minta temenin cari buku aja dia ngga bisa. Udah gue sindir juga, dia tetap batu" Cerocosnya tanpa henti.
"Kalian kudu saling introspeksi diri, jangan egois dong. Kan kalian musti nyatuin dua kepala. Isinya beda. Harus ngertiin satu sama lain, Mil"
Mila menghela nafas panjang. "Lo ngasih petuah gini, lo sendiri masih jomblo"
Naya menimpuk kepala Mila pake bantal yang dia bawa. "Bener juga sih. Tapi kayaknya gue lagi jatuh cinta, Mil"
"Aaa. Serius lo! Sama siapa?" Mila kemudian mencubit pipi chubby sahabatnya ini. Ia memang paling menunggu kabar perihal jatuh cinta. Turut bahagia, kalo Naya bahagia.
Tak ada jawaban. Naya hanya diam. Beberapa detik hingga menit berjalan, lalu beranjak pergi keluar dari kamarnya yang bikin Mila berteriak gemas. Udah digantungin nunggu jawaban, eh malah ditinggal pergi kemudian.
***
"Hey, Nay. Mau kemana?" Ada yang menyapa Naya saat Ia berjalan di lorong kampus di jumat siang itu. Seorang lelaki yang memang sudah dikenal oleh Naya.
"Ini mau pulang"
"Emang ngga ada kelas lagi?"
"Engga kok. Udah kelar. Cuma satu mata kuliah"
"Sekalian gue juga mau balik. Gue anterin lo aja, gimana?"
"Oke" Setelah mengiyakan, Naya mengikuti langkah lelaki yang menawarkan tumpangan buatnya. Entah kenapa, Naya selalu nyaman berada di dekat lelaki itu.
"Kita mau langsung balik atau mau mampir dulu?"
"Niatnya tadi gue mau transfer uang di bank sih"
"Yaudah, kita ke bank dulu"
Naya jadi agak malu sendiri. Udah nebeng eh malah musti muter-muter buat urus keperluan pribadinya. "Btw, makasih ya, Gresha. Sorry kalo bikin lo repot"
Gresha tergelak. "Udahlah nyantai aja, gua niat bantuin lo kok"
Naya menangkap senyuman itu. Senyuman yang kemudian menjalar memasuki memori di sel-sel otaknya. Gambaran senyuman yang mungkin tak akan pernah terhapus. Ya! Senyuman tulus seorang lelaki yang tiba-tiba membuat hatinya bergetar. Diliputi decak kagum keluar dari bibirnya dengan lirih. Hanya Ia dan Tuhan yang tahu bagaimana ruang hatinya saat ini. Sebut saja, bahwa Naya telah jatuh hati. Hatinya jatuh dan kemudian terkunci pada pesona makhluk Tuhan satu ini.
Bukan hanya senyumnya yang menggambarkan ketulusan anak manusia. Gresha juga dianugerahi sepasang bola mata rupawan. Matanya tajam namun ada keteduhan yang selalu hinggap disana. Seperti purnama yang sinarnya selalu indah dan menyenangkan. Seperti riak air yang tenang namun menghanyutkan apa saja di sekitarnya. Seperti hembusan angin yang sukses menggugurkan daun-daun dari rantingnya. Naya suka mencuri pandang ke arah mata Gresha yang lentik itu.
Dan lagi, Naya memang mencintai sosok Gresha.
Naya melamun di balkon rumahnya. Ia teringat bagaimana saat itu Gresha telah mencuri perhatiannya tanpa permisi. Hingga detik ini pun, Naya tak bisa menggugurkan perasaan ini. Perasaan itu terus tumbuh dan mengakar kuat. Naya pun tak pernah tahu, dimana ujung itu berada. Yang Naya tahu pasti, pesona Gresha telah membuat garis-garis penuh warna di hari-hari Naya yang dulunya sekadar hitam dan putih. Jangan salahkan Naya. Jangan salahkan Gresha. Jangan salahkan keadaan. Ini kehendak Tuhan, biarkan hal itu membuat alurnya sendiri.
***
Mila menemukan buku pribadi Naya yang tergeletak di nakas kamar Naya. Dan lagi, buku itu dalam keadaan terbuka. Sebenarnya, Mila tak terlalu peduli tentang isi tulisan di dalam buku tersebut. Namun pikirannya tak sejalan, teringat tentang sosok yang sedang membuat Naya tergila-gila. Mungkin saja Naya menumpahkan segalanya di dalam buku itu, batinnya. Mila makin dibuat penasaran, Ia coba memastikan bahwa keadaan aman. Perlahan Ia mengambil, menimbang dan membacanya perlahan.
"Aku benci saat kamu tanpa permisi mencuri perhatianku. Aku benci saat kamu mendorongku masuk dalam gelak pesonamu. Aku benci saat parasmu enggan enyah dari sel-sel otakku. Aku benci saat nyatanya kamu memang bukan siapa-siapa dan tak pernah jadi siapa-siapa untuk keseharianku. Aku benci karena saat itu aku jatuh dan terjerat oleh sunggingan bibir tipismu. Aku benci kenapa hal itu harus terlewati tanpa sengaja tanpa terstruktur seperti jadwal meeting para pebisnis muda.
Aku sangat membencimu. Aku benci karena kamu hanya cinta dalam ke-diam-diam-anku. Aku benci karena rasaku harus tersimpan tak pernah terbongkar terkunci tertutup rapat,
Berhentilah untuk hadir di pelupuk mataku, berhentilah untuk jadi inspirasi dalam coretan-coretanku, berhentilah untuk menghantui lamunanku bila malam tiba, berhentilah~
Karena aku cukup tahu diri bahwa kamu tak mungkin kumiliki, begitupun sebaliknya"
Dahinya berkerut. Sayang sekali, Mila tak menemukan apa yang dia cari.
"Jadi siapa sih yang bikin Naya jatuh cinta?!"
Selalu begitu, sok misterius. Mila memang sering mendengar celoteh riang Naya tentang lelaki yang bikin Naya lebih mencintai hidupnya saat ini, yang bikin Naya terlihat tenang dan dewasa, yang bikin Naya lebih sering tersenyum dan ceria. Namun satu yang pasti, Mila tak pernah bisa mengulik identitas lelaki itu.
"Biarin hanya gue dan Tuhan yang tahu tentang siapa pengisi hati gue"
Jawaban sama dari Naya yang bikin Mila jadi keki sendiri. Hanya jawaban itu yang meluncur tiap kali Mila bertanya sosok lelaki Naya.
"Enggak kok. Dia aja ngga tau perasaan gue. Kita cuma teman, ngga lebih"
Naya keukeuh. Ia tak pernah mau untuk mengungkapkan perasaannya pada lelaki itu apalagi kepada dunia, termasuk Mila. Naya hanya diam pada cintanya. Seolah dengan memendam hal itu, Naya pun sudah merasa cukup nyaman dan bahagia. Mencintai diam-diam emang lagi mainstream kali, ya?! Mengagumi dari jauh emang cukup membahagiakan gitu, ya?! Cinta dalam hati emang masih jaman, ya?!
Mila putus asa, biarlah Naya bergelut dengan dunia hatinya. Menyelam sendirian tanpa seluruh dunia harus tahu. Toh, Mila juga ikut bahagia melihat lengkung senyum di bibir Naya. Sejak menyukai lelaki itu, dunia Naya berubah. Naya lebih merasa percaya diri dan menghargai hidupnya. Mila memang mengetahui segala hal di dalam diri Naya. Hanya Mila yang tahu bagaimana Naya yang saat itu sedang mengalami fase rendah diri.
Naya berkaca di depan cermin. Ada aura keraguan yang terus saja memenuhi mimik mukanya. Ia datang dan memenuhi undangan itu atau harus mengecewakan seseorang yang berharap akan kehadirannya. Malam ini adalah reuni akbar pertama yang diadakan kawan-kawan SMA semenjak mereka menggantung seragam putih abu-abunya sekitar 3 tahun lalu. Jujur, Ia begitu merindu untuk bertemu dengan sang kawan-kawan lama. Tapi ego dalam hatinya berkata lain, bahwa Ia tak harus untuk berada di tengah-tengah mereka. Ia merasa bahwa dirinya 'berbeda' bila berada di antara mereka. Ia merasa bahwa jika berada disana, dirinya bakal dipandang sebelah mata. Ia merasa begitu karena hanya dirinyalah yang tak bisa untuk mencapai mimpinya. Suatu perasaan yang membuat Naya sangat tersiksa dan tak mampu menghilangkannya, paling tidak untuk saat ini.
Ia mengambil ponsel yang tergeletak di meja dekat cermin. Ia membaca lagi, satu pesan dari seseorang yang berharap akan kehadirannya dalam acara reuni itu.
"Lo harus datang. Ayolah~ gue tunggu!"
***
Naya melangkah gusar. Pintu besar itu semakin dekat, dan semakin terlihat nyata. Dari arah luar pun, sorot lampu serta hentak musik begitu terasa kental. Khas pesta anak-anak muda jaman sekarang. Naya melangkah semakin dekat hendak masuk ke dalamnya. Seseorang terlihat berdiri di bibir pintu besar, ada semburat senyum lebar yang menghiasi garis mukanya. Sementara itu, langkah Naya berat dan tiba-tiba terhenti. Hatinya terusik kembali oleh perasaan minder dan kini kian membumbung. Bersamaan dengan hal tersebut, petir dan guntur saling bersahut-sahutan berlomba untuk jadi satu-satunya yang akan menguasai langit hitam pekat malam ini. Dan akhirnya hujan pun jadi penengah, menurunkan bulir-bulir airnya yang sukses dalam sekian detik mampu membasahi area itu. Seseorang di bibir pintu berteriak memanggil Naya agar secepatnya masuk. Namun, Naya sama sekali tak menghiraukannya. Malah Naya kemudian berbalik dan berlari di tengah hujan. Naya ngga mampu. Naya harus menjauhi tempat ini.
"Naya!" seseorang itu berlari menyelaraskan langkahnya dengan Naya. Kini, mereka berdua saling berhadapan. "Ayo masuk!" lanjutnya, Ia menggandeng tangan Naya bergegas mengajaknya masuk.
Naya terdiam. Sama sekali ngga ada gerakan untuk mengikuti arahan seseorang tersebut.
"Ayolah. Ujan udah makin deras nih!" ujarnya keukeh.
"Stop, Mila. Berhenti maksa gue untuk masuk ke dalam sana. Gue ngga bisa, Mil" Naya berteriak. Suaranya meninggi, entah karena harus bertarung melawan suara hujan ataukah suara hatinya?!
"Kenapa Naya? Kenapa ngga bisa?" Mila meminta penjelasan. Mila sebenarnya bisa menebak perasaan yang berkecamuk dalam diri sahabatnya ini. Namun, Ia ingin mendengar secara langsung dan berharap bahwa dugaannya salah.
"Gue minder! Gue ngerasa terlalu takut untuk dipandang sebelah mata sama mereka. Lebih baik, gue menjauhkan diri"
"Buang jauh-jauh rasa minder lo itu, Naya. Apakah dengan menjauhkan diri semuanya terlihat lebih baik? Lo salah, Naya. Lo harus hadapin semuanya"
"Yang gue tau pasti gue bakal datang saat gue udah bisa buktiin ke mereka kalo gue bisa lakuin lebih dari yang mereka tau"
"Gue tau perasaan lo. Hidup ini jangan dibikin ribet bisa kan?"
"Ngga sesederhana itu, Mil. Lo terlalu bisa menyimpulkan sesuatu dari sudut pandang lo sendiri"
Mila terdiam. Ia menarik nafas berat. Baginya, sikap sahabatnya saat ini sungguh memuakkan.
"Gue harus pergi, Mil. Have fun!" Naya melangkah cepat. Ia buru-buru untuk meninggalkan Mila.
Hingga langkahnya terhenti (lagi) karena mendengar ucapan Mila yang membelakanginya. "Lo pecundang. Lo yang memilih untuk jadi seseorang yang kalah. Lo ngga berani untuk menghadapi apa yang harus dijalani. Lo pengecut"
Naya menelan ludah "Ya! itu aku, Mila" ungkapnya dalam hati. Dan Naya pun melanjutkan langkahnya pergi.
***
"Lo boleh ngejudge gue itu pengecut, pecundang atau apapun itu. Omongan lo benar. Gue emang terlalu takut untuk menghadapi semuanya. Karena gue bukan lo yang menganggap semuanya easy-to-going. Gue bukan lo yang menganggap hidup ini let-it-flow aja. Gue bukan lo. Gue bakal berusaha buktiin kalo gue mampu untuk berjuang dengan cara gue sendiri. Semoga lo juga. Thanks udah alarm gue tentang betapa pecundangnya diri gue. Thanks, you're my best!"
Kini, Mila percaya bahwa Naya telah menjelma menjadi sosok yang lebih baik. Mila sayang Naya. Semoga Tuhan selalu melindungi sahabatnya ini.
***
Naya menyapa Mila yang berjalan berlawanan arah dengannya namun dibalas dengan pandangan lo-siapa-nya khas Mila.
"Ini gue, Naya" Ujar Naya gemas. Emang Mila lagi kesambet apa sih sampe ngga ngeh sama sohib sendiri.
Mila mendekatkan wajahnya ke arah Naya, seolah meyakinkan kalo itu beneran Naya, sahabatnya. "Yaampun Naya" Teriak Mila tanpa rasa ampun. Ngga peduli deh diliatin sama mata seluruh warga kampus.
"Lo kenapa sih?"
"Lo-nya yang kenapa? Tumben amat pake make-up gitu, gue sampe ngga ngenalin perubahan lo"
"Emang manusia ngga boleh berubah, ya?" Muka Naya menjadi polos atau sengaja sok-polos.
Mila menarik sedikit ujung bibirnya "Berubah pasti ada sebabnya dong, Nay" Sembari mencubit dagu lancip Naya. "Tapi lo keliatan lebih cantik kalo kayak gini. Serius" Lanjut Mila dibarengi aksi angkat dua jempol yang menandakan pro terhadap perubahan Naya.
Benar kata, Mila. Dari ujung kaki hingga kepala sosok Naya terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Dulu, Naya cuek bebek soal penampilan. Ke kampus pun, cuma pake sneakers berwarna merah abstrak, jeans dan kemeja kotak-kotak favoritnya serta tanpa polesan bedak sedikitpun. Emang dasarnya kulit Naya udah putih sih jadi kalo ngga pake bedak pun no problem at all. Lalu beralih ke rambut hitam legam mencapai sebahu yang hanya diikat dengan kuncir kuda. Seadanya. Namun sekarang, Naya menjelma jadi seorang cewek tulen yang aware ke penampilannya. Naya memakai dress hampir menyentuh lutut lengan pendek berwarna putih tulang dengan aksen pita di bagian kerahnya. Ujung kakinya dihiasi wedges ciamik setinggi lebih dari 5 sentimeter. Tak lupa polesan make-up tipis namun tak terlalu menor serta warna lipstik yang senada dengan bibirnya. Rambutnya? Jangan ditanya, tak ada kunciran kuda lagi. Naya menggerai rambutnya itu dan mencurly sedikit pada bagian ujungnya. Ya Tuhan, Mila hampir menahan nafas melihatnya.
Naya menanggapi dengan santai kayak di pantai. "Biasa aja lah, Mil"
"Jangan-jangan karena dia, ya?" Potong Mila cepat.
BINGO! Naya mati kutu.
***
Mila menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia menghela nafas berat. Dari tadi tugas-nya ngga kelar-kelar. Stress kan, jadinya. Mila melirik Naya yang tengah serius mengetik beberapa laporan di laptopnya. Duh, sohibnya satu ini kalo udah sama tugas jadi lupa daratan.
"Nay, gue laper nih"
Naya berdehem. "Terus?"
"Ada makanan ngga di dapur?"
Naya menaruh laporannya. Ia menoleh. Ya Tuhan, kasian amat ini anak orang lagi kelaparan. "Gue masakin deh, lo pengen makan apa?"
Mila terkikik. "Canda deh, lo kan masak air aja bisa gosong. Gimana mo masak yang lain coba?"
Naya tak membalas ocehan Mila. Ia pun bergegas keluar kamar. Tak lama kemudian, Naya datang membawa nampan berisi sepiring nasi goreng dan segelas coklat panas. "Ini makan dulu, gih"
"Ini lo yang masak. Enak ngga nih?" Sindir Mila. Dulu, Naya ngga pernah bisa masak, bedain tepung sama garam aja ngga bisa.
"Cobain dulu deh"
Mila menyuapkan sesendok nasi goreng itu. Mila rada ngga percaya kalo ini beneran masakan Naya, sumpah ini enak banget! "Lo kok jadi bisa masak gini, sih?"
Naya tersenyum. Ngga rugi deh akhir-akhir ini bantuin Mami masak di dapur. Sekarang, ada hasilnya juga.
"Jangan-jangan karena dia lagi, ya?" Sambung Mila, sembari menyuapkan nasi goreng ke mulutnya untuk ke sekian kalinya.
Naya mati kutu, lagi.
***
"Why are you so far away.
You know it's very hard for me.
To get my self close to you.."
Petikan gitar Naya menambah roh ke dalam lagu yang dinyanyikannya. Entahlah, jiwanya seperti bertaut nyaman di dalamnya. Pantas saja, intuisi musik Naya emang menurun dari sang Kakek, beliau adalah seorang pianis hebat di zamannya. Bedanya, jika sang Kakek jago untuk alat musik bernama piano sedangkan Naya mahir alat musik gitar. Ah, Naya rindu Kakek!
"Lagi curhat lewat lagu, Nay" Ujar Mila yang entah sejak kapan sudah masuk ke kamar Naya dan duduk di sebelahnya. Saking, Naya terlalu fokus menjiwai lagu itu.
"Sok tau deh. Gue emang suka lagu ini" Naya mencoba berdalih. Tak perlu membagi perasaannya pada siapapun juga. Tak penting!
"Sejak kapan ceritanya lo bisa sukses bohongin gue" Mila selalu bisa membaca perasaan Naya, meskipun hanya lewat kedipan mata.
Great! Naya tak bisa berkata-kata.
Ryo merogoh kantong celananya, mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dan membukanya di hadapan Ryn. "Aku ngga tau cara romantis untuk ungkapin semuanya. Karena aku bukan lelaki romantis. Kamu tau itu kan?" Ryo berhenti sebentar, menghela nafas pelan.
".. Yang terpenting aku mau bilang kalo aku sayang kamu, aku butuh kamu, dan aku pengen kamu jadi hakku. Dalam segala rasa, dalam segala keadaan. Aku ngga janji untuk memberikan kebahagiaan seperti balon-balon itu tapi yang aku tau, aku melindungi kamu saat kamu takut mendengar letupan kembang api itu. Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu menerimaku, sebagai teman hidupmu, sebagai pusaran duniamu dan sebagai tumpuan rasamu? Aku ingin mendampingimu, hingga kita ngga lagi di dunia yang sama"
Ryn menatap Ryo. Fokus. Tatapan mata Ryo teduh. Ryn juga ngga menemukan aroma 'main-main' di mata Ryo. Yang ada hanya kesungguhan. Ryn menghela nafas. Ryn siap. Ia menganggukkan kepalanya mantap tanpa kata-kata panjang lebar seperti yang diungkapkan Ryo padanya. Namun itu sudah lebih dari cukup untuk Ryo mencerna semuanya, Ia sumringah.
"Pemeran Ryo romantis gila. Andai aja gue dilamar kayak gitu ya, Nay" Komentar Mila saat asyik menonton tayangan drama yang tersaji di depan tv, namun tak ada jawaban dari Naya.
Mila pun sejenak menoleh dan melihat Naya tengah melamun. "Lo kenapa jadi doyan ngelamun gini, Nay?"
Tergagap Naya bangun dari lamunannya dan berusaha mencari jawaban yang-agak-logis-untuk-diucapkan. "Gue lagi cari inspirasi buat bikin lagu kok" Hanya itu yang bisa Naya ucapkan untuk saat ini.
"Tuh kan ngebohong lagi. Dia emang udah bikin lo berubah ya"
Mila mati kutu, untuk kesekian kalinya.
***
Bali adalah kota terakhir yang menjadi destinasi tur liburan ketiga muda-mudi ini. Setelah penat dengan segala urusan kuliah, saatnya sejenak melemaskan otot-otot dan pikiran yang menegang gegara rumus-rumus statistika plus matematika minus etika. Untuk destinasi liburan tak perlu jauh-jauh ke negeri orang karena negeri sendiri pun menyenangkan bahkan jauh lebih pas di kantong mahasiswa seperti mereka. Waktu liburan yang singkat saja yakni sekitar sepuluh hari memang mereka gunakan sebaik-baiknya untuk merefresh kejenuhan suasana hati. Dari mulai menyusuri berbagai wahana di theme park Dufan Ancol lalu berlanjut mendaki Gunung Semeru dan yang terakhir menikmati setiap keindahan panorama alam serta budaya di Bali.
"Eh, kita foto-foto dulu yuk" Mila emang paling semangat kalo udah di depan kamera, serasa menemukan keceriaannya di benda penangkap gambar itu.
"Sini gue yang motret deh" Naya memegang kendali atas kamera yang tadinya dipegang oleh pacar Mila. Naya, Mila sekaligus-pacarnya yang merencanakan liburan ke Bali. Si cowoknya Mila itu nyaranin buat liburan ke Bali karena emang dia punya villa disana yang cocok digunakan saat liburan semacam ini. Jadi, ngga perlu repot-repot menyewa kamar hotel atau semacamnya.
Mila menggamit lengan kekar cowoknya. "Nay, fotoin gue sama Gresha dong"
Naya terdiam sebentar sebelum mengambil moment itu. "Maafkan aku mencintai lelakimu, Mila" Ungkapnya dalam hati.
KLIK!
Sederhana, Naya bersumpah tak akan menyakiti hati Mila karena keegoisan perasaannya. Naya tak ingin mengubah tawa menjadi luka. Naya tak ingin mengubah kasih menjadi pedih. Naya tak ingin mengubah kesetiaan menjadi pengkhianatan. Naya tak ingin sekalipun mengubah kebahagiaan menjadi penderitaan. Naya sudah cukup cinta dengan cinta diam-diam. Ssstt..

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamu menebar bibit pesona lalu tanpa sadar aku tlah merawatnya, dan hingga detik ini telah mengakar kuat. Pesonamu menghidupiku. Terima kasih, untuk (kamu)!

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Gresik, Jawa Timur, Indonesia
I love writing. Til the end of life.

Pengikut

Blogger templates

Blogger templates

Blogroll